Mayoritas Pesantren di Indonesia Belum Miliki IMB Resmi

Selasa, 07 Oktober 2025 | 10:03:00 WIB
Mayoritas Pesantren di Indonesia Belum Miliki IMB Resmi

JAKARTA - Tragedi ambruknya bangunan Pondok Pesantren Al Khoziny di Buduran, Sidoarjo, Senin 6 Oktober 2025, membuka fakta mengejutkan mengenai kondisi perizinan bangunan pesantren di Indonesia.

 Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Dody Hanggodo, mengungkapkan hanya segelintir pesantren yang memiliki izin mendirikan bangunan (IMB).

“Di seluruh Indonesia hanya 50 Ponpes yang memiliki izin mendirikan bangunan. Makanya itu kami pelan-pelan bereskan soal kualitas bangunan masing-masing,” ujar Dody saat meninjau lokasi musibah.

Padahal, menurut data Kementerian Agama, jumlah pesantren di Indonesia telah melampaui 42 ribu unit. Artinya, mayoritas bangunan pendidikan keagamaan itu berdiri tanpa legalitas konstruksi yang sesuai aturan.

Evaluasi Bersama Pemda dan Kemendagri

Menyikapi fakta tersebut, Dody memastikan pemerintah akan segera melakukan evaluasi menyeluruh terhadap bangunan pesantren di seluruh wilayah. Kementerian PUPR akan menggandeng Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) serta pemerintah daerah dalam proses verifikasi.

“Evaluasi itu nanti dilakukan bersama pemerintah daerah dan Kemendagri,” jelasnya.

Namun, ia menegaskan kedatangannya ke lokasi bukan untuk membahas teknis konstruksi, melainkan memastikan penanganan darurat berjalan optimal pasca runtuhnya bangunan pesantren.

“Setelah tugas Basarnas dan tim selesai, baru kami masuk dalam pemeriksaan dan perbaikan konstruksi,” kata Dody.

Penanganan Darurat Jadi Fokus

Dalam kunjungannya, Dody lebih menekankan bahwa pemerintah saat ini memusatkan perhatian pada penyelamatan korban. Tragedi runtuhnya bangunan yang menelan korban jiwa itu menuntut koordinasi cepat dari berbagai pihak.

Ia juga menegaskan bahwa penyelidikan mendalam mengenai penyebab runtuhnya gedung baru bisa dilakukan setelah evakuasi tuntas. “Saya belum bisa bicara soal kegagalan konstruksi. Semua akan dievaluasi nanti setelah penyelamatan selesai,” ucapnya.

Dengan demikian, spekulasi mengenai kualitas bangunan atau dugaan kelalaian konstruksi masih harus menunggu hasil kajian resmi tim teknis.

Isu Keterlibatan Santri di Pembangunan

Di tengah sorotan publik, muncul pertanyaan mengenai dugaan keterlibatan santri, termasuk yang masih di bawah umur, dalam proses pembangunan pesantren. Menjawab hal itu, Dody meminta masyarakat tidak buru-buru menyimpulkan.

“Jangan bilang begitu. Ini kan dari santri untuk santri. Jadi tidak bisa serta-merta disebut melibatkan anak di bawah umur,” ucapnya menegaskan.

Pernyataan tersebut sekaligus menunjukkan kehati-hatian pemerintah dalam menyikapi isu sensitif yang menyangkut pelibatan anak dalam pekerjaan konstruksi.

Fakta Minimnya Legalitas Bangunan Pesantren

Ungkapan Dody bahwa hanya 50 pesantren memiliki IMB dari total lebih 42 ribu menjadi gambaran nyata lemahnya tata kelola perizinan bangunan pesantren di Indonesia. Hal ini menimbulkan pertanyaan besar mengenai standar keamanan gedung yang digunakan ribuan santri di seluruh negeri.

Mayoritas pesantren tumbuh dari swadaya masyarakat, sehingga persoalan legalitas dan kualitas bangunan sering terabaikan. Tragedi Al Khoziny menjadi momentum penting bagi pemerintah untuk melakukan pembenahan sistematis.

Dengan evaluasi yang direncanakan, pemerintah berharap dapat memperkuat pengawasan, meningkatkan standar teknis, serta memastikan keamanan bangunan pendidikan keagamaan.

Fokus Pemerintah pada Keselamatan Santri

Dody menegaskan, langkah pemerintah tidak semata menindaklanjuti musibah, tetapi juga berorientasi pada pencegahan agar kejadian serupa tidak terulang. “Makanya itu kami pelan-pelan bereskan soal kualitas bangunan masing-masing,” tandasnya.

Ia menyebut Kementerian PUPR akan berperan aktif mendampingi pemerintah daerah dalam memperkuat sistem pengawasan konstruksi. Hal ini penting agar keselamatan santri benar-benar menjadi prioritas utama.

Dari Penanganan Darurat ke Evaluasi Nasional

Kehadiran Dody di lokasi tragedi, bersamaan dengan operasi penyelamatan yang dipimpin Basarnas, menegaskan keseriusan pemerintah pusat. Meski saat ini fokus masih pada penanganan darurat, langkah besar berupa evaluasi nasional terhadap pesantren sudah disiapkan.

Namun, Dody meminta masyarakat memahami bahwa semua proses harus dilakukan bertahap. Selama operasi evakuasi belum selesai, pemerintah enggan berspekulasi lebih jauh. Setelah itu barulah evaluasi menyeluruh, termasuk soal konstruksi, akan digelar.

Pelajaran dari Tragedi Al Khoziny

Runtuhnya bangunan Ponpes Al Khoziny menjadi alarm keras bagi pemerintah dan masyarakat tentang pentingnya aspek legalitas serta kelayakan teknis bangunan pendidikan.

Dengan jumlah pesantren mencapai puluhan ribu, sementara yang memiliki IMB hanya puluhan, jelas diperlukan kebijakan lebih ketat dan sistematis. Pemerintah berkomitmen menindaklanjuti fakta ini dengan langkah konkret, mulai dari evaluasi bertahap hingga penguatan pengawasan konstruksi.

Bagi keluarga korban, prioritas utama tetap penyelamatan. Namun, bagi bangsa, tragedi ini harus menjadi momentum refleksi untuk memperbaiki kualitas pembangunan pesantren di seluruh Indonesia.

Terkini