JAKARTA - Polemik kelangkaan bahan bakar minyak (BBM) di sejumlah SPBU swasta kian mendapat sorotan. Salah satu yang tengah menjadi perhatian publik adalah BP, yang hingga awal Oktober 2025 masih belum mencapai kesepakatan pembelian base fuel dari Pertamina Patra Niaga.
Padahal, stok BBM di SPBU milik BP diproyeksikan habis dalam waktu dekat. Pihak BP AKR menegaskan bahwa keputusan mereka untuk menunda kesepakatan bukan tanpa alasan.
Manajemen menyebut saat ini masih dilakukan kajian mendalam terhadap tawaran Pertamina, termasuk soal kesesuaian spesifikasi produk dengan standar perusahaan.
“Fokus kami tetap sama yaitu memastikan kualitas produk yang konsisten, serta memberikan pelayanan terbaik bagi pelanggan,” ujar manajemen BP-AKR dalam keterangan resmi.
Komitmen pada Tata Kelola dan Kualitas
BP-AKR menjelaskan bahwa setiap langkah dalam proses pembelian bahan bakar harus memenuhi tiga aspek tata kelola: kepatuhan (compliance), kesesuaian spesifikasi dan standar kualitas, serta komersial. Karena itu, negosiasi dengan Pertamina dilakukan dengan sangat hati-hati.
“BP-AKR berkomitmen untuk menyediakan bahan bakar berkualitas dengan memastikan setiap langkah kolaborasi terukur dan bertanggung jawab,” tambah manajemen.
Di tengah kelangkaan yang terjadi, BP-AKR juga menekankan bahwa perusahaan tetap berusaha mempercepat normalisasi pasokan demi mendukung mobilitas masyarakat. Mereka juga mengapresiasi adanya keterbukaan dalam dialog konstruktif dengan berbagai pihak, terutama pemerintah.
Kelangkaan BBM SPBU Swasta
Sejak akhir Agustus 2025, stok BBM di SPBU swasta seperti Shell, BP, dan Vivo semakin menipis. Bahkan, sejumlah SPBU Shell telah mengalami kehabisan stok total. BP dan Vivo diproyeksikan akan mengalami kondisi serupa pada Oktober ini.
Fenomena ini mendorong pemerintah melalui Kementerian ESDM untuk turun tangan. Solusi yang ditawarkan adalah agar SPBU swasta membeli bahan baku BBM atau base fuel dari Pertamina, mengingat BUMN tersebut masih memiliki kuota ekspor yang belum terpakai.
Namun, situasi tidak sederhana. Pemerintah sebelumnya sudah menambah kuota impor untuk SPBU swasta pada 2025 sebesar 10% dari realisasi tahun lalu, sehingga total kuota mencapai 110%. Artinya, pemerintah tidak lagi memberi tambahan impor lebih lanjut, sehingga pilihan realistis bagi SPBU swasta adalah membeli dari Pertamina.
Persoalan Kandungan Etanol
Salah satu alasan mengapa BP dan beberapa SPBU swasta lain belum menyepakati pembelian dari Pertamina adalah kandungan etanol pada base fuel tersebut. Produk yang ditawarkan memiliki kadar etanol hingga 3,5%, yang perlu dipastikan kesesuaiannya dengan standar dan spesifikasi masing-masing perusahaan.
Perbedaan standar inilah yang membuat proses negosiasi menjadi alot. Pihak BP-AKR menegaskan bahwa selain harga dan pasokan, kesesuaian spesifikasi bahan bakar menjadi faktor penting dalam pengambilan keputusan.
Pertemuan dengan Pemerintah dan Kesepakatan Awal
Untuk menindaklanjuti persoalan ini, Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Migas) Kementerian ESDM menggelar pertemuan dengan para pelaku SPBU pada Jumat 3 Oktober 2025.
Dari pertemuan tersebut, beberapa perusahaan swasta yakni Vivo, AKR Corporindo Tbk, dan Aneka Petroindo Raya (APR)—yang merupakan joint venture antara BP dan AKR—sepakat untuk menindaklanjuti upaya pembelian base fuel dari Pertamina.
Pj. Corporate Secretary Pertamina Patra Niaga, Roberth MV Dumatubun, menjelaskan bahwa ketiga badan usaha (BU) swasta tersebut sudah menandatangani dokumen pernyataan sebagai bagian dari komitmen menjaga tata kelola yang baik atau Good Corporate Governance (GCG).
“Vivo, APR, dan AKR sudah sepakat untuk menindaklanjuti pembicaraan lebih teknis dan tindak lanjut tahap selanjutnya,” kata Roberth kepada Bisnis.
Detail Negosiasi dengan Pertamina
Roberth merinci bahwa dalam pertemuan itu, BU swasta menyampaikan kebutuhan komoditas yang diperlukan, sekaligus membahas kesepakatan terkait spesifikasi produk, key terms, serta syarat dan ketentuan umum.
Tahapan berikutnya, menurut Roberth, Pertamina akan menyampaikan kembali spesifikasi produk yang bisa memenuhi kebutuhan BU swasta, termasuk opsi penggunaan joint surveyor untuk memastikan kualitas produk sesuai standar yang diminta.
“?Selanjutnya Pertamina akan menyampaikan kembali spesifikasi produk yang dapat memenuhi requirement semua BU dan key term termasuk join surveyor untuk dikonfirmasi oleh BU swasta terkait,” jelasnya.
Apabila BU swasta menyetujui, maka proses akan berlanjut ke tahap pengadaan. Pemenang pengadaan nantinya akan ditentukan berdasarkan kriteria penyedia kargo terbaik, harga terbaik, dan volume yang disepakati.
Tahap akhir dari proses ini adalah pengiriman kargo yang diperkirakan berlangsung pada minggu ketiga Oktober 2025.
Kolaborasi untuk Normalisasi Pasokan
Roberth menegaskan bahwa seluruh proses ini harus dijalankan dalam semangat kolaborasi, dengan tetap mengedepankan prinsip transparansi dan kepatuhan terhadap regulasi.
“Dengan semangat kolaborasi berdasarkan niat baik untuk memberikan pelayanan pada masyarakat ini untuk disikapi dengan bijak dan positif, sesuai arahan dari Pemerintah,” ujarnya.
Pertamina menekankan bahwa pengiriman kargo nantinya akan dilakukan secara kolektif untuk tiga BU swasta tersebut, bukan secara terpisah, guna memastikan efisiensi dalam rantai pasok.
Kesimpulan
Polemik kelangkaan BBM di SPBU swasta seperti BP, Shell, dan Vivo memperlihatkan kompleksitas industri energi di Indonesia. Meski pemerintah sudah memberikan tambahan kuota impor tahun ini, keterbatasan pasokan tetap terjadi sehingga opsi membeli base fuel dari Pertamina menjadi solusi utama.
Namun, bagi BP-AKR, keputusan untuk membeli tidak hanya soal harga atau ketersediaan stok, melainkan juga soal kepatuhan standar, spesifikasi, hingga kualitas bahan bakar. Negosiasi yang masih berlangsung menunjukkan bahwa normalisasi pasokan membutuhkan koordinasi intensif dan kompromi dari semua pihak.
Jika kesepakatan tercapai, pengiriman kargo diperkirakan berlangsung pada pertengahan Oktober 2025, yang diharapkan bisa meredakan kelangkaan BBM di SPBU swasta sekaligus menjamin hak konsumen untuk memperoleh pasokan energi yang memadai.