JAKARTA - Setelah lebih dari dua dekade diberlakukan, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) akhirnya memasuki babak revisi. Komisi X DPR RI memastikan bahwa pembahasan internal mengenai rancangan perubahan regulasi pendidikan itu telah selesai.
“Komisi X baru saja menyelesaikan di internal Komisi X terkait dengan revisi Undang-Undang Sisdiknas. Pada masa sidang ke depan, Undang-Undang Sisdiknas ini akan kita serahkan kepada badan legislasi,” ujar Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Maria Yohana Esti Wijayati di Manado, Senin.
Perubahan Regulasi Setelah 22 Tahun Berlaku
Maria menegaskan, usia UU Sisdiknas yang sudah 22 tahun membuat banyak ketentuan di dalamnya perlu disesuaikan dengan perkembangan zaman.
Beberapa isu krusial yang menjadi masukan dalam revisi mencakup kurikulum, kesejahteraan guru, serta kebijakan wajib belajar 13 tahun yang saat ini menjadi program prioritas Presiden Prabowo Subianto.
Ia menekankan bahwa revisi bukan hanya sekadar perbaikan redaksional, melainkan mencakup substansi yang bisa menjawab tantangan pendidikan nasional saat ini maupun masa depan.
Dari Komisi X ke Baleg DPR
Rancangan revisi UU Sisdiknas akan segera dibawa ke Badan Legislasi (Baleg) DPR RI. Di tingkat Baleg, pembahasan akan dilanjutkan dengan pendalaman materi, sebelum akhirnya disahkan sebagai hak inisiatif DPR RI dalam merancang undang-undang baru.
Menurut Maria, metode yang digunakan adalah kodifikasi, berbeda dengan model omnibus law. Kodifikasi berarti sejumlah undang-undang pendidikan yang terpisah akan dihimpun ke dalam satu regulasi induk. Dengan begitu, perubahan-perubahan dalam setiap undang-undang akan lebih mudah terlihat dan diatur secara sistematis.
“Kalau kodifikasi itu beberapa undang-undang akan dijadikan satu dan kemudian setiap undang-undang perubahannya di mana, itu dilihat,” jelasnya.
Memasukkan Unsur Pendidikan Keagamaan
Dalam proses kodifikasi, revisi UU Sisdiknas juga akan mencakup berbagai regulasi lain seperti UU Guru dan Dosen serta UU Pemerintahan Daerah yang terkait dengan kewenangan bidang pendidikan. Termasuk di dalamnya, aturan mengenai pendidikan keagamaan yang berbeda dari pendidikan agama.
Dengan demikian, rancangan revisi ini diharapkan dapat memberikan payung hukum yang lebih komprehensif, baik bagi pendidikan umum maupun pendidikan berbasis keagamaan.
Delapan Materi Pokok dalam Revisi
Maria menyebutkan, ada delapan materi pokok yang dimasukkan dalam revisi UU Sisdiknas. Meski tidak merinci seluruh poin, ia menegaskan bahwa materi tersebut akan menjadi acuan utama untuk menjawab berbagai tantangan dalam dunia pendidikan nasional.
“Sekiranya nanti Sekretariat DPRD RI bisa memberikan kepada Pemprov Sulut maupun pemangku kepentingan di bidang pendidikan, rancangan ini harus mulai disebarluaskan berikut dengan naskah akademiknya,” ujarnya.
Dengan begitu, pemerintah daerah dan seluruh pemangku kepentingan pendidikan dapat memberikan masukan lebih awal sebelum revisi tersebut disahkan menjadi undang-undang baru.
Menjawab Tantangan Era Digital dan AI
Maria menekankan bahwa kunci pendidikan ke depan adalah bagaimana undang-undang ini mampu menjawab kebutuhan zaman. Termasuk di dalamnya pemanfaatan artificial intelligence (AI), perkembangan digitalisasi, serta perubahan besar dalam pola pembelajaran di era teknologi.
“Undang-Undang Sisdiknas yang baru harus bisa memberikan ruang lebih baik, memberikan jawaban-jawaban termasuk soal AI, soal digitalisasi. Itu menjadi bagian yang tidak terpisahkan atas keberadaan undang-undang tersebut,” kata Maria.
Menyentuh Aspek Kesejahteraan Guru
Selain soal kurikulum dan teknologi, revisi UU Sisdiknas juga memberi perhatian besar pada isu kesejahteraan guru. DPR menilai bahwa peningkatan kualitas pendidikan tidak akan tercapai tanpa kesejahteraan tenaga pendidik yang terjamin.
Oleh karena itu, revisi ini akan mengintegrasikan berbagai ketentuan terkait hak dan kewajiban guru, termasuk perlindungan hukum serta jaminan profesi.
Dukungan Terhadap Wajib Belajar 13 Tahun
Salah satu poin penting dalam revisi adalah dukungan terhadap kebijakan wajib belajar 13 tahun, yang menjadi prioritas pemerintahan Presiden Prabowo. Dengan kebijakan ini, negara diharapkan bisa menjamin akses pendidikan hingga tingkat sekolah menengah atas bagi seluruh anak Indonesia.
Revisi UU Sisdiknas akan menegaskan kembali komitmen negara dalam mewujudkan pemerataan pendidikan serta mengurangi kesenjangan akses antarwilayah.
Sosialisasi dan Partisipasi Publik
Maria mengingatkan bahwa revisi undang-undang tidak boleh berhenti di ruang DPR. Naskah akademik beserta rancangan regulasi harus segera disosialisasikan agar publik, khususnya kalangan pendidik dan akademisi, bisa memberikan masukan konstruktif.
Partisipasi publik sangat penting agar undang-undang baru benar-benar sesuai dengan kebutuhan masyarakat, bukan sekadar produk birokrasi.
Harapan terhadap Sisdiknas Baru
Dengan selesainya pembahasan internal di Komisi X, proses revisi UU Sisdiknas memasuki tahap krusial. Regulasi ini diharapkan bukan hanya memperbarui undang-undang lama, tetapi juga menghadirkan jawaban konkret terhadap persoalan pendidikan di Indonesia.
Mulai dari kurikulum, kesejahteraan guru, pendidikan keagamaan, wajib belajar 13 tahun, hingga tantangan digitalisasi dan AI, semuanya akan menjadi fondasi baru dalam sistem pendidikan nasional.
“Harapannya, undang-undang ini benar-benar bisa memberikan ruang yang lebih baik bagi pendidikan kita ke depan,” tutup Maria.