JAKARTA - Upaya pemerintah untuk meningkatkan perlindungan terhadap calon pekerja migran Indonesia (CPMI) terus dilakukan melalui berbagai terobosan baru.
Salah satunya dengan menyederhanakan prosedur pemeriksaan kesehatan dan psikologi yang selama ini kerap menjadi hambatan, khususnya bagi mereka yang berasal dari daerah dengan fasilitas kesehatan terbatas.
Langkah tersebut dibahas dalam pertemuan tiga kementerian, yakni Kementerian Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (KP2MI), Kementerian Kesehatan (Kemenkes), dan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) di Jakarta.
Layanan Kesehatan Lebih Dekat ke CPMI
Wakil Menteri P2MI, Christina Aryani, menjelaskan bahwa banyak calon pekerja migran kesulitan mengikuti tahapan pemeriksaan kesehatan sesuai aturan karena fasilitas di daerah asal mereka tidak memadai. Kondisi ini membuat proses keberangkatan kerap terhambat, bahkan menambah biaya yang harus ditanggung CPMI.
“Kami membahas kemungkinan untuk melakukan, misalnya, pemeriksaan psikologi di tempat pelatihan CPMI,” kata Christina.
Menurut dia, jika di suatu daerah terdapat 50 hingga 100 calon pekerja migran yang sedang mengikuti pelatihan caregiver, akan lebih praktis apabila dinas kesehatan setempat bisa mendatangkan psikolog langsung ke lokasi pelatihan.
“Ini akan jauh lebih efisien, baik dari segi waktu maupun biaya,” ujarnya menegaskan.
Aturan Lama Perlu Penyesuaian
Saat ini, pemeriksaan kesehatan dan psikologi calon pekerja migran masih mengacu pada Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 29 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Pelayanan Pemeriksaan Kesehatan Calon Tenaga Kerja Indonesia, serta sejumlah surat edaran pelengkap.
Aturan tersebut dianggap sudah tidak sepenuhnya sesuai dengan kebutuhan terkini, terutama di era ketika pemerintah ingin memastikan migrasi tenaga kerja dilakukan lebih cepat namun tetap aman.
Christina menilai penyederhanaan proses bukan berarti mengurangi standar atau kualitas hasil pemeriksaan. Justru sebaliknya, simplifikasi akan mengurangi beban administratif dan biaya tambahan yang selama ini dikeluhkan CPMI.
Manfaatkan Program Pemerintah
Selain wacana mendatangkan tenaga kesehatan ke lokasi pelatihan, KP2MI juga mendorong agar calon pekerja migran bisa ikut memanfaatkan Program Cek Kesehatan Gratis yang digagas Presiden Prabowo Subianto.
Program ini sudah berjalan untuk masyarakat umum, dan menurut Christina, seharusnya dapat diakses pula oleh CPMI dengan penyesuaian tertentu.
“Program Cek Kesehatan Gratis ini sudah berjalan untuk masyarakat umum. Kami ingin memastikan apakah CPMI juga bisa memanfaatkannya untuk melakukan cek kesehatan sebelum berangkat ke luar negeri,” kata Christina.
Namun, dia menambahkan, tentu akan ada penyesuaian pada beberapa item pemeriksaan agar sesuai dengan standar yang ditetapkan Permenkes khusus untuk calon pekerja migran.
Sambutan Positif dari Kementerian Kesehatan
Gagasan KP2MI mengenai penyederhanaan ini disambut baik oleh Wakil Menteri Kesehatan Dante Saksono Harbuwono. Ia menyatakan siap menindaklanjuti usulan tersebut melalui penandatanganan nota kesepahaman (MoU) antara KP2MI dan Kemenkes.
“Prinsipnya adalah simplifikasi proses. Tata kelola yang baik tidak berarti ribet, melainkan memudahkan pekerja migran untuk berangkat secara aman dan terproteksi,” kata Christina, menyampaikan hasil diskusi bersama Kemenkes.
Langkah ini juga diharapkan bisa menjadi pintu masuk koordinasi lintas sektor yang lebih baik, sehingga kebijakan perlindungan pekerja migran tidak berjalan parsial.
Perlindungan dan Efisiensi Jadi Prioritas
Sektor pekerja migran masih menjadi salah satu penyumbang devisa terbesar bagi Indonesia. Namun, banyak CPMI yang berangkat dengan kondisi persiapan tidak maksimal, terutama dari sisi kesehatan.
Masalah ini tak jarang menimbulkan persoalan baru di negara tujuan, baik bagi pekerja itu sendiri maupun bagi citra Indonesia.
Dengan adanya penyederhanaan prosedur pemeriksaan, pemerintah berharap calon pekerja migran dapat diberangkatkan dengan kondisi yang lebih siap, sehat, dan terlindungi.
Pada saat yang sama, mereka juga tidak lagi terbebani dengan biaya tambahan akibat harus bolak-balik ke fasilitas kesehatan yang jauh dari tempat tinggal atau lokasi pelatihan.
Ruang Dialog Tetap Dibuka
Christina menegaskan, meski sudah ada kesepahaman awal dengan Kemenkes, ruang dialog tetap dibuka agar kebijakan ini tidak menimbulkan masalah baru. Semua pihak, baik dinas kesehatan di daerah maupun lembaga pelatihan, akan dilibatkan dalam penyusunan mekanisme simplifikasi.
“Yang terpenting adalah tidak mengurangi mutu. Justru dengan pendekatan yang lebih efisien, kita ingin memastikan pekerja migran berangkat dengan perlindungan penuh,” katanya.
Harapan Baru bagi Calon Pekerja Migran
Penyederhanaan prosedur pemeriksaan kesehatan dan psikologi diharapkan menjadi titik balik positif dalam tata kelola penempatan pekerja migran Indonesia.
Dengan koordinasi tiga kementerian, kebijakan ini bukan hanya soal efisiensi administrasi, tetapi juga bentuk nyata kehadiran negara dalam melindungi warganya yang bekerja di luar negeri.
Jika implementasi berjalan sesuai rencana, CPMI dari berbagai daerah tidak perlu lagi menghadapi hambatan teknis yang memberatkan. Mereka bisa mempersiapkan diri dengan lebih baik, sekaligus memiliki jaminan kesehatan yang lebih terukur.
Penutup
Rencana penyederhanaan tes kesehatan dan psikologi bagi calon pekerja migran menjadi bukti bahwa pemerintah serius memperbaiki sistem perlindungan pekerja migran dari hulu.
Dengan mengedepankan efisiensi tanpa menurunkan mutu, kebijakan ini diharapkan mampu menjawab persoalan klasik yang selama ini menghambat penempatan pekerja migran ke luar negeri.
Kolaborasi tiga kementerian menjadi sinyal kuat bahwa pemerintah berkomitmen memberikan pelayanan yang lebih mudah, murah, dan cepat, tanpa melupakan prinsip utama: keselamatan dan kesejahteraan pekerja migran Indonesia.