PT Gerbang NTB Emas

Krisis Keuangan PT Gerbang NTB Emas: Pemprov NTB Berupaya Cegah Lelang Aset oleh BRI

Krisis Keuangan PT Gerbang NTB Emas: Pemprov NTB Berupaya Cegah Lelang Aset oleh BRI
Krisis Keuangan PT Gerbang NTB Emas: Pemprov NTB Berupaya Cegah Lelang Aset oleh BRI

Jakarta - PT Gerbang NTB Emas (GNE), Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB), saat ini menghadapi tekanan keuangan yang serius dengan utang mencapai Rp26 miliar di empat bank besar, termasuk PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk atau BRI. Rumor yang menyebutkan bahwa aset-aset yang diagunkan terancam dilelang oleh BRI telah memicu respons cepat dari Pemerintah Provinsi (Pemprov) NTB. Dalam upaya untuk mencegah langkah pelelangan tersebut, Pemprov NTB telah melayangkan gugatan ke Pengadilan Negeri (PN) Mataram, Senin, 3 Maret 2025.

Kepala Biro Ekonomi Setda NTB, Wirajaya menjelaskan bahwa gugatan ini merupakan bagian dari strategi negosiasi yang dilakukan oleh pemerintah daerah. "Kami ingin memastikan bahwa tidak ada aset daerah yang akan dilelang. Kredit PT GNE sudah mulai dibayarkan," ujar Wirajaya.

Dalam proses hukum yang berlangsung, telah dilakukan mediasi antara Pemprov NTB, BRI, dan PT GNE. Mediasi ini sudah berlangsung selama tiga minggu hingga satu bulan terakhir. Pertemuan ini melibatkan Deputi Bisnis Mikro (BM) BRI serta Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Utama PT GNE, dan berakhir dengan tercapainya kesepakatan untuk penyelesaian utang PT GNE.

Wirajaya menambahkan, "Itu untuk menempuh upaya hukum. Ada ruang mediasi di pengadilan supaya tidak ada eksekusi lelang."

PT GNE memiliki total utang sebesar Rp26 miliar di empat lembaga perbankan. Restrukturisasi kredit, atau yang dikenal sebagai restrack, telah berhasil dilakukan dengan tiga bank, dan PT GNE telah mulai memenuhi kewajiban pembayarannya. Namun, perbedaan aturan internal di BRI menambah kompleksitas dalam penyelesaian masalah ini dengan bank tersebut.

"Khusus dengan BRI memang ada ketentuan internal yang berbeda. Tapi, kemarin sudah difasilitasi pertemuan antara Deputi BRI Cabang Mataram dengan Plt Dirut GNE, dan sudah ada kesepakatan," kata Wirajaya lebih lanjut.

Kesepakatan tersebut menyatakan bahwa PT GNE hanya wajib membayar pokok utang sebesar Rp3 miliar tanpa terkena tambahan bunga. Terkait dengan aset yang dijaminkan oleh PT GNE, Wirajaya menjelaskan bahwa menurut anggaran dasar perusahaan, PT GNE memang diperbolehkan untuk mengagunkan aset. Dalam kasus ini, lahan yang terletak di sebelah timur Bank NTB Syariah menjadi objek agunan. Namun, kewenangan untuk mengagunkan aset tersebut harus datang dari persetujuan dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).

"Sah atau tidaknya pengagunan aset ini masih bisa diperdebatkan. Jika aset tersebut merupakan hasil usaha, maka bisa dijaminkan. Tapi, jika aset tersebut merupakan hibah dari Pemprov, maka harus mendapatkan izin dari Pemprov," jelas Wirajaya.

Dalam perannya, Wirajaya juga menyoroti pentingnya kehati-hatian pihak perbankan dalam menilai status aset yang dijaminkan. "Bank harus bersikap prudent dalam melihat status aset. Jika kredit macet, mereka tidak bisa begitu saja mengeksekusi aset karena aset Pemprov tidak bisa dilepaskan tanpa persetujuan DPR," tegasnya.

Namun, Wirajaya memastikan bahwa saat ini sudah ada komitmen kuat dari PT GNE untuk menyelesaikan semua kewajiban kreditnya. Bahkan, langkah konkret telah diambil oleh PT GNE dengan membayarkan ratusan juta rupiah sebagai tanda nyata keseriusan dalam menyelesaikan utang. "Sudah ada kesepakatan antara Deputi BRI dan PT GNE. Mereka sepakat untuk tidak mempermasalahkan lagi, dan BRI menerima skenario pembayaran yang telah disepakati," demikian penuturan Wirajaya.

Dengan menyelesaikan sengketa ini, diharapkan PT GNE dapat segera bangkit dan memulihkan stabilitas finansialnya, serta menghindari dampak negatif lebih lanjut terhadap aset-aset milik daerah. Pemprov NTB terus berkomitmen untuk menjaga keberlangsungan BUMD ini demi mendukung pembangunan ekonomi daerah secara keseluruhan.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index