Jakarta - Saham sektor perbankan, terutama bank berkapitalisasi besar atau big banks, terus memikat para investor. Daya tarik tersebut bukan tanpa alasan, mengingat bank-bank ini tidak hanya berhasil mencatatkan laba yang mengesankan tetapi juga rutin membagikan dividen yang menarik. Secara konsisten, saham bank besar seperti terbesar di Indonesia, BBRI, mampu memberikan keuntungan tambahan kepada pemegang sahamnya melalui dividen dan kenaikan harga saham, Selasa, 4 Maret 2025.
Dalam lima tahun terakhir, BBRI berturut-turut membagikan dividen dalam kisaran Rp 12 triliun hingga Rp 48 triliun. "Pada 2019, BBRI membagikan dividen final kepada pemegang sahamnya sebesar Rp 20,62 triliun atau Rp 164,10 per saham," ungkap seorang analis dari RHB Sekuritas Indonesia yang tidak ingin disebutkan namanya, Jumat (28/2/2025). Tren pembagian dividen tersebut berlanjut hingga tahun 2020 dengan nilai Rp 12,12 triliun atau Rp 96,49 per saham dan pada 2021 sebesar Rp 26,40 triliun atau Rp 174,25 per saham.
Melanjutkan tren tersebut, BBRI pada 2022 memberikan dividen final senilai Rp 20,33 triliun atau Rp 231,22 per saham dan pada 2023 mencapai Rp 35,43 triliun atau Rp 235 per saham. Memasuki tahun 2024, BBRI baru saja membagikan dividen interim sebesar Rp 20,46 triliun atau Rp 135 per saham. Berdasarkan data historis ini, saham BBRI diperkirakan akan mengalami kenaikan lebih lanjut.
Beberapa analis melihat prospek cerah bagi saham BBRI, terutama karena valuasi saat ini dinilai murah. "Saham BBRI masih sangat prospektif untuk dicermati investor, khususnya dalam jangka panjang," kata Andrey Wijaya, Analis RHB Sekuritas Indonesia. Riset RHB Sekuritas pun merekomendasikan pembelian saham BBRI dengan target harga Rp 5.400 per saham. Sementara itu, Mirae Asset Sekuritas memberikan rekomendasi akumulasi beli dengan target harga di level Rp 3.920 hingga Rp 4.240 per saham. Tak ketinggalan, KB Valbury Sekuritas merekomendasikan beli dengan target harga Rp 5.390 per saham.
Menurut Andrey Wijaya, saham bank-bank besar, khususnya Himbara, akan menambah daya tarik investor ketika terdapat sinyal perbaikan likuiditas keuangan, baik saat suku bunga acuan The Fed dan Bank Indonesia mengalami penurunan maupun ketika kurs rupiah menguat. "Saat itulah investor bisa mulai mengoleksi saham-saham Himbara," tambahnya.
Namun, tidak dapat dipungkiri bahwa sektor perbankan saat ini tengah menghadapi tantangan likuiditas yang ketat. "Secara fundamental, sektor perbankan sedang mengalami kondisi likuiditas yang ketat sehingga perbaikan Net Interest Margin (NIM) kemungkinan masih butuh waktu yang lebih lama daripada yang diperkirakan semula," ujar Andrey kepada CNBC Indonesia.
Di sisi lain, Nafan Aji Gusta, Senior Analyst Investment Information dari Mirae Asset Sekuritas, mengungkapkan bahwa terdapat divergensi positif pada saham BBRI. "Divergensi positif ini menjadi sinyal bahwa akan ada kenaikan harga saham BBRI," ujarnya. Divergensi tersebut menandakan harga saham BBRI telah mencapai titik terendah baru, namun indikator teknisnya menunjukkan tanda-tanda kenaikan.
Lebih lanjut, Nafan menambahkan bahwa valuasi saham BBRI masih menarik, terlebih lagi sektor perbankan tetap menunjukkan pertumbuhan yang konsisten dari sisi kinerja keuangan. "Perbankan juga masih konsisten mencatatkan kinerja pertumbuhan dari sisi topline maupun bottomline kalau dilihat dari secara kinerja fundamentalnya ya secara kuartalannya kalau kita lihat dari laporan keuangan sebelum-sebelumnya," jelas Nafan.
Secara keseluruhan, saham sektor perbankan, khususnya BBRI, terus menawarkan prospek yang menjanjikan bagi para investor. Dengan pembagian dividen yang konsisten dan potensi kenaikan harga saham, BBRI tetap menjadi primadona di mata investor, meski tantangan ekonomi makro tetap ada. Bagi para investor yang sedang mencari peluang investasi, saham big banks seperti BBRI dapat menjadi pilihan yang tepat untuk portofolio jangka panjang.