BI Luruskan Isu Penjualan 11 Ton Emas, Pastikan Cadangan Negara Tetap Aman

Selasa, 07 Oktober 2025 | 11:03:40 WIB
BI Luruskan Isu Penjualan 11 Ton Emas, Pastikan Cadangan Negara Tetap Aman

JAKARTA - Bank Indonesia (BI) menegaskan bahwa pihaknya tidak melakukan penjualan cadangan emas seperti yang diberitakan sebelumnya.

Klarifikasi ini disampaikan setelah munculnya laporan dari World Gold Council (WGC) yang menyebutkan bahwa BI menjual cadangan emas sebanyak 11 ton pada Juli 2025. Pernyataan tersebut sempat menimbulkan berbagai spekulasi di masyarakat mengenai kondisi cadangan emas nasional.

Kepala Departemen Komunikasi BI, Ramdan Denny Prakoso, membantah secara tegas kabar tersebut. “Bank Indonesia tidak melakukan penjualan emas sebagaimana disebutkan,” ujar Denny dalam pernyataan tertulis.

Ia juga menekankan bahwa informasi resmi mengenai perkembangan cadangan devisa, termasuk posisi emas milik negara, hanya dapat diperoleh melalui kanal resmi Bank Indonesia. Dengan demikian, publik diimbau untuk tidak mudah percaya terhadap data atau informasi yang belum terverifikasi.

Pihak BI menegaskan, sebagai otoritas moneter, mereka memiliki tanggung jawab menjaga stabilitas sistem keuangan dan kepercayaan terhadap mata uang nasional. Oleh sebab itu, setiap informasi yang beredar terkait cadangan devisa, termasuk emas, perlu diluruskan agar tidak menimbulkan kesalahpahaman.

Denny juga mengingatkan bahwa perubahan dalam laporan lembaga internasional seperti WGC belum tentu mencerminkan aktivitas transaksi aktual yang dilakukan oleh BI.

Data World Gold Council Picu Spekulasi

Isu mengenai penjualan cadangan emas BI bermula dari laporan World Gold Council yang dirilis awal Oktober 2025. Dalam laporan tersebut, WGC mencatat bahwa total cadangan emas bank sentral di dunia meningkat sebesar 15 ton pada Agustus 2025.

Namun, pada bulan sebelumnya, yakni Juli, jumlah cadangan emas global dilaporkan stagnan atau tidak mengalami penambahan. Laporan itu menyebutkan bahwa revisi terhadap data Juli dilakukan setelah adanya dugaan transaksi dari dua negara, termasuk Indonesia.

WGC menyatakan bahwa estimasi awal mereka sebelumnya menunjukkan ada penambahan cadangan emas global sebesar 10 ton, tetapi setelah memperhitungkan data tambahan, angka tersebut diubah menjadi nol. Dalam penjelasan WGC, hal ini terjadi karena Bank Indonesia dilaporkan menjual sekitar 11 ton emas.

Keterangan tersebut kemudian memunculkan berbagai interpretasi di media internasional dan dalam negeri. Banyak pihak menilai langkah itu dilakukan sebagai bagian dari strategi likuiditas menghadapi tekanan ekonomi global.

Namun, BI langsung menampik kabar tersebut dan menegaskan tidak ada aktivitas penjualan emas dalam periode yang disebutkan.

World Gold Council sendiri mengumpulkan data dari berbagai lembaga, termasuk International Monetary Fund (IMF) serta laporan bulanan bank-bank sentral di seluruh dunia.

Meskipun demikian, BI menilai bahwa interpretasi data internasional tersebut belum tentu menggambarkan kondisi sebenarnya, karena setiap negara memiliki mekanisme pencatatan cadangan devisa yang berbeda.

Penjelasan WGC Terkait Tren Pembelian

Analis Senior World Gold Council, Krishan Gopaul, dalam keterangan resminya di laman gold.org menjelaskan bahwa tren pembelian emas global pada Agustus menunjukkan pemulihan setelah sempat stagnan di bulan sebelumnya.

“Perkembangan (Agustus) ini sejalan dengan pembelian bersih bulanan antara Maret dan Juni, serta menandakan kembalinya tren pembelian usai cadangan global tidak berubah pada Juli (kami merevisi estimasi awal penambahan 10 ton pada Juli usai Bank Indonesia dilaporkan menjual 11 ton),” ujar Gopaul.

Ia juga menyoroti bahwa kenaikan harga emas dunia dalam beberapa bulan terakhir turut memengaruhi kebijakan sejumlah bank sentral. Ketika harga emas melonjak, beberapa negara cenderung menahan pembelian, sedangkan yang lain memilih menyesuaikan komposisi cadangan devisanya.

Namun, Gopaul menekankan bahwa fenomena ini tidak berarti bank sentral kehilangan minat untuk memperkuat posisi emas dalam portofolio mereka.

Menurut Gopaul, volatilitas harga emas dan dinamika ekonomi global, termasuk perubahan suku bunga di negara maju, membuat kebijakan cadangan emas menjadi lebih fleksibel.

Beberapa bank sentral mungkin menjual sebagian kecil emas untuk mengoptimalkan likuiditas, sementara lainnya justru menambah kepemilikan untuk melindungi nilai aset.

Namun, dalam konteks Indonesia, BI menegaskan bahwa langkah tersebut tidak terjadi. Posisi cadangan emas Indonesia tetap utuh dan tercatat stabil dalam laporan resmi bank sentral.

Tujuh Negara Tambah Cadangan Emas

Dalam laporan bulanannya, World Gold Council menyebutkan bahwa terdapat tujuh bank sentral yang menambah cadangan emas pada Agustus 2025.

Ketujuh negara tersebut adalah National Bank of Kazakhstan, Bulgarian National Bank, Central Bank of Turkey, People’s Bank of China, Central Bank of Uzbekistan, Czech National Bank, dan Bank of Ghana.

Penambahan ini menjadi bagian dari tren global yang menunjukkan kepercayaan terhadap emas sebagai aset lindung nilai di tengah ketidakpastian ekonomi.

Namun, dalam laporan yang sama, WGC juga mencatat bahwa hanya dua bank sentral yang dilaporkan menjual emas, yakni Central Bank of Russia dan Bank Indonesia. Pernyataan inilah yang kemudian memicu kesalahpahaman publik mengenai kondisi cadangan emas Indonesia.

Sejumlah media internasional pun mengutip data tersebut tanpa klarifikasi langsung dari BI, sehingga memperkuat dugaan yang keliru di masyarakat. Menanggapi hal ini, BI menegaskan kembali bahwa laporan WGC tidak mencerminkan aktivitas nyata yang dilakukan oleh bank sentral Indonesia.

Denny menyebutkan bahwa BI terus menjaga transparansi dalam publikasi data cadangan devisa dan memastikan tidak ada aktivitas penjualan emas sebagaimana dikabarkan. Ia juga menekankan bahwa seluruh kebijakan pengelolaan cadangan emas dilakukan dengan prinsip kehati-hatian serta sesuai dengan standar internasional.

Selain itu, BI memastikan bahwa posisi cadangan emas nasional tetap aman dan menjadi bagian penting dalam menjaga ketahanan ekonomi Indonesia. Dengan klarifikasi ini, BI berharap tidak ada lagi kesalahpahaman yang menimbulkan spekulasi di pasar keuangan maupun masyarakat.

Lembaga ini juga mengimbau agar publik selalu mengacu pada sumber resmi sebelum menarik kesimpulan mengenai kondisi ekonomi nasional.

Terkini