JAKARTA - Ketahanan pasar modal Indonesia kembali diuji di tengah ketidakpastian global akibat potensi penutupan pemerintahan Amerika Serikat (AS).
Namun, di luar dugaan, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) justru menorehkan rekor tertinggi baru (all time high/ATH). Pencapaian ini menegaskan kepercayaan investor terhadap stabilitas ekonomi domestik meski bayang-bayang risiko global masih menghantui.
IHSG Tunjukkan Ketahanan di Tengah Ketidakpastian Global
Perdagangan saham di Bursa Efek Indonesia (BEI) menutup awal pekan dengan catatan positif. IHSG menguat 0,27% ke level 8.139,89, mencetak rekor tertinggi sepanjang masa.
Menurut Senior Market Analyst Mirae Asset Sekuritas, Nafan Aji Gusta, tren penguatan IHSG terjadi meskipun sentimen negatif dari penutupan pemerintahan AS masih berlangsung.
“Secara teknikal, IHSG diperkirakan terjadi uptrend kembali setelah konsolidasi minor. Adapun, MA20 dan MA60 cenderung menguat, didukung kenaikan volume,” ujar Nafan. Kondisi ini mencerminkan bahwa secara teknikal, pasar masih berada di jalur positif dengan potensi penguatan lanjutan dalam beberapa hari ke depan.
Faktor Domestik Jadi Penopang Optimisme Pasar
Nafan menjelaskan, pelaku pasar tengah menantikan sejumlah rilis data ekonomi domestik seperti cadangan devisa, Indeks Keyakinan Konsumen (IKK), penjualan ritel, dan data penjualan otomotif. Rangkaian data ini diyakini akan menjadi penentu arah pergerakan IHSG dalam jangka pendek.
Menurutnya, jika data yang keluar menunjukkan tren positif, maka sentimen investor domestik maupun asing bisa semakin kuat. Hal ini dapat mendorong pergerakan IHSG untuk bertahan di level tinggi atau bahkan menembus rekor baru.
Shutdown AS dan Dampaknya terhadap Aliran Modal Asing
Analis Kiwoom Sekuritas, Miftahul Khaer, menilai shutdown pemerintahan AS bisa menimbulkan ketidakpastian baru yang membuat investor global lebih berhati-hati dalam mengalirkan modal ke pasar negara berkembang seperti Indonesia.
“Penutupan pemerintah AS akan menunda perilisan sejumlah data ekonomi penting. Tanpa data seperti laporan tenaga kerja, produksi, dan konsumsi, pasar akan kehilangan sinyal-sinyal yang bisa mendorong investor asing mengambil keputusan,” jelas Miftahul.
Dampaknya, sebagian investor global menahan diri atau memperlambat arus modal, terutama pada aset berisiko tinggi. Beberapa sektor yang paling sensitif terhadap situasi ini adalah komoditas dan finansial, karena kedua sektor tersebut sangat dipengaruhi oleh arah suku bunga dan volatilitas global.
Tekanan Asing dan Respons Emiten Besar
Dalam periode 29 September hingga 3 Oktober 2025, pasar saham mencatat net sell asing sebesar Rp3,10 triliun. Angka ini berbalik arah dari pekan sebelumnya yang mencatat net buy asing sebesar Rp5,09 triliun.
Beberapa saham perbankan besar menjadi sasaran jual asing, seperti PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA) yang mencatat net sell Rp1,30 triliun, serta PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. (BBRI) dengan net sell Rp2,02 triliun.
Selain itu, sektor komoditas juga terkena imbasnya. Saham PT Alamtri Resources Indonesia Tbk. (ADRO) mencatat net sell asing Rp128,17 miliar, sedangkan PT Bumi Resources Tbk. (BUMI) menorehkan net sell Rp244,68 miliar.
Miftahul menjelaskan, hal ini terjadi karena investor cenderung menjauh dari saham komoditas saat ketidakpastian global meningkat.
“Demikian pula sektor finansial, terutama bank besar, bisa mendapat tekanan akibat kekhawatiran kenaikan biaya dana atau pengetatan likuiditas global. Untuk arus modal, kami memperkirakan masih akan volatile sampai ada kepastian situasi,” jelasnya.
Arus Asing Mulai Kembali, IHSG Tetap Perkasa
Meskipun tekanan eksternal belum sepenuhnya hilang, tanda-tanda pemulihan mulai terlihat. Pada perdagangan terakhir, investor asing kembali melakukan net buy senilai Rp2,02 triliun. Masuknya kembali modal asing ini turut memperkecil total net sell asing sejak awal tahun menjadi Rp54,68 triliun.
Pergerakan positif tersebut menegaskan bahwa pasar saham Indonesia tetap menjadi destinasi menarik bagi investor global. IHSG yang mampu menembus rekor baru di tengah guncangan global memperlihatkan kekuatan fundamental ekonomi nasional serta kepercayaan pasar terhadap kebijakan moneter yang stabil.
Kinerja positif IHSG di tengah gejolak global membuktikan daya tahan ekonomi Indonesia di hadapan ketidakpastian eksternal. Dukungan dari faktor domestik yang solid dan mulai masuknya kembali dana asing menjadi sinyal bahwa pasar modal nasional masih punya ruang pertumbuhan.
Meskipun tantangan seperti shutdown AS belum usai, keyakinan pelaku pasar tetap tinggi bahwa IHSG dapat menjaga momentum positifnya.